30/01/12

Masalah Pasir Laut Kep. Riau

Penambangan pasir laut di perairan provinsi Kepulauan Riau telah berlangsung sejak tahun 1970 telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari.

Ekspor pasir laut telah dilarang, namun pengawasannya masih lemah akibatnya mendorong penyelundupan, terutama ke Singapura guna kepentingan reklamasi di negara itu.

Kegiatan penambangan illegal itu dilakukan dengan cara tradisional maupun semi modern. Modusnya, penambangan dilakukan menggunakan peralatan bermesin genset, kemudian pasir laut diangkut dengan perahu kecil yang ditutup kain terpal guna menyamarkan penyelundupan.

Larangan

Pemerintah telah mengeluarkan larangan ekspor pasir laut melalui Peraturan Menteri Nomor 02/M-DAG/PER/1/2007 tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah dan Top Soil. Larangan itu bertujuan memudahkan pemerintah mengontrol dan melakukan rehabilitasi lingkungan pesisir dan laut. Ketentuan pengambilan pasir laut hanya boleh dilakukan dengan peralatan tradisional apabila mengantongi izin dari pemerintah daerah dan sesuai tata ruang.


Akibat pengerukan pasir

  • Mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai sehingga populasi hewan lautpun menurun dan mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu akibat aktivitas itu. 

  • Mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Peristiwa penting.
  • 5 Juli 2008, Kapal pengawas Hiu 001 milik Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menangkap Kapal Motor Bakti Luhur berukuran 32 gross t on (GT) yang mengangkut 60 ton pasir laut di perairan Pulau Karimun. Kapal berbendera Indonesia itu tidak mengantongi surat izin berlayar (SIB) dan izin pengangkutan.

  •  1 April 2009, Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah mengatakan pihaknya akan menindak lanjuti rencana pengerukan pasir laut di sekitar Batam bekerja sama dengan Singapura. Alasannya adalah bahwa alur laut yang digunakan untuk layanan feri Batam - Singapura mengalami pendangkalan antara 5-8 meter setiap tahun.  Pendangkalan tersebut terjadi karena pasir dari laut China Selatan terbawa arus laut hingga ke Batam. Peralatan termasuk seluruh biaya ditanggung Singapura dan pasir laut yang dikeruk akan dibawa ke Singapura sebagai bentuk kompensasi yang diberikan pemerintah Indonesia. Apakah rencana pengerukan pasir laut itu merupakan kerja sama antarnegara, atau antara pemerintah Indonesia dengan pihak swasta belum pasti apakah itu dapat dilaksanakan atau tidak. Itu masih rencana yang akan dikoordinasikan dengan pemerintah pusat.
  •  

0 komentar:

Posting Komentar