06/08/11

Industri Perkapalan Nasional Tergantung Impor

Hingga kini tidak kurang dari 70 persen bahan baku dan suku cadang industri kapal masih diimpor. Akibatnya, jika ada kapal dirawat atau mengalami kerusakan, seluruh bahan baku dan suku cadang yang diperlukan harus pesan dulu dari luar negeri.

“Karena itu pemerintah sudah harus segera membuat kebijakan agar bahan baku dan suku cadang kapal dibuat di dalam negeri sehingga devisa kita tidak terkuras,” kata Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Tjahjono Roedianto di Jakarta, Kamis (4/8) usai pengukuhan pengurus Iperindo 2011-2014.

Tjahjono mengatakan, bahan baku dan suku cadang kapal yang belum diproduksi di dalam negeri meliputi kabel, lampu dan sebagainya. Hanya untuk kabel saja katanya, penggunaannya amat banyak mencapai 200 km untuk satu buah kapal. Ini artinya, pasar suku cadang kapal terbuka lebar.

Hanya saja menurutnya ada beberapa permasalahan yang masih terjadi sampai saat ini, yaitu pertama, pendanaan untuk investasi dan modal kerja yang belum sepenuhnya mendapat dukungan dari perbankan nasional. Kedua, struktur industri kapal nasional masih lemah, industri pendukung di dalam negeri belum berkembang sebagaimana diharapkan.

“Pemilik kapal masih senang menggunakan desain kapal dan komponen kapal produksi luar negeri,” ujar dia.

Ketiga, adanya ketidakharmonisan pengenaan bea masuk dan pajak-pajak terhadap sektor maritim sehingga menimbulkan distorsi terhadap subsektor maritim lainnya. Contohnya, antara perusahaan pelayaran dengan industri kapal atau galangan kapal mengenai pengenaan bea masuk dan PPN.

Keempat, tidak sinkronnya pembangunan pelabuhan dengan industri kapal / galangan kapal. Penataan pelabuhan akan menggusur industri kapal / galangan kapal yang sudah ada di sana sejak lama.

Tjahjono mengatakan, kemampuan industri anggota Iperindo khususnya industri kapal atau galangan kapal sudah cukup memadai, baik dalam membangun kapal baru maupun dalam memperbaiki dan mereparasi kapal berbagai jenis, tipe dan ukuran kapal.

Struktur industri kapal atau galangan kapal nasional masih belum kuat karena belum didukung oleh industri penunjang di dalam negeri, ketergantungan akan impor bahan baku dan komponen yang tinggi sehingga tingkat daya saingnya masih rendah.

Sementara itu, Menperin MS Hidayat dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin, Budi Darmadi mengatakan, sebagai sebuah negara maritim adalah sangat tepat dan sudah waktunya Indonesia memberikan perhatian khusus pada pembangunan ekonomi maritim, mengingat Indonesia sebagai negara maritim di mana dua pertiga wilayahnya terdiri dari laut dan memiliki potensi sumber daya ekonomi kelautan yang cukup besar.

Untuk hal itu, katanya, dibutuhkan sarana berupa kapal dalam jumlah yang cukup besar, sebagai sarana antara pulau, sarana untuk mengelola kekayaan sumber daya alam, maupun sebagai alat utama sistem pertahanan dalam rangka menjaga kedaulatan negara Indonesia.

Dikatakan, pemerintah telah bertekat untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kebijakan dan program untuk dapat mewujudkan industri perkapalan nasional yang berdaya saing tinggi.

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah mendorong peningkatan kapasitas galangan kapal sehingga mampu membangun kapal-kapal yang berukuran besar dan berteknologi tinggi. Selain itu, pemerintah menyusun kebijakan fiskal yang mendukung tumbuh dan berkembangnya industri maritim nasional seperti industri pelayaran dan industri galangan kapal serta komponen kapal yang kuat dan berdaya saing tinggi.
Dan yang lain lagi, kata dia, pemerintah mengupayakan dukungan pendanaan di sektor industri maritim yang saat ini dirasakan belum maksimal