Indonesia yang terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia) menyebabkan wilayah perairannya sangat rawan terjadi penangkapan ikan secara ilegal (Illegal Fishing). Masalah Illegal Fishing sebenarnya sudah menjadi masalah klasik dan sejak dulu tidak pernah ditangani tuntas.
Saat ini, kasus illegal fishing sudah hampir tidak terdengar lagi bukan karena angka pelanggarannya berkurang dan ketatnya pengawasan dari aparat penegak hukum yakni Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) untuk menjaga laut di Indonesia, namun jika masih ada kasus illegal fishing yang berhasil ditangkap kapal patroli, kebanyakan adalah kapal berukuran kecil milik nelayan asing yang biasanya terjadi di wilayah perbatasan laut.
Sedangkan Kapal-kapal diatas 100 Gross Tonage (GT), bukan hanya melakukan praktek illegal fishing tetapi saat ini juga banyak melakukan praktek illegal license (penyalahgunaan ijin).
Yang dimaksud dengan illegal license adalah manipulasi ijin atau penyalahgunaan ijin. Kapal tangkap milik perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia, sebagian besar hanya mengantongi ijin formal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang didapat dengan cara mudah, namun setelah melakukan impor kapal asing, mereka (perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia) tidak membangun atau mengembangkan industrinya yang mengakibatkan daerah-daerah sentra tangkapan (Laut Arafura, Laut Natuna, Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Papua) tetap menjadi daerah miskin. Jika ada, ijin tersebut didapati dengan cara-cara yang tidak sesuai mekanisme atau tidak sesuai aturan yang berlaku.
Praktek illegal license tersebut dilakukan ribuan kapal yang melakukan aktivitas di laut Indonesia, seperti Laut Arafura, Laut Aru, Laut Banda dan lain-lain. Bahkan kapal-kapal tersebut berhasil mengelabui aparat.
Praktek illegal license saat ini marak terjadi dan hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi merugikan sebagian besar rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan adanya penyalahgunaan pemberian ijin dan proses untuk mendapatkannya.
Pemerintah seringkali membesar-besarkan jika ada penangkapan pelaku illegal fishing yang pada kenyataannya merupakan kapal-kapal milik nelayan asing yang melakukan pelanggaran di perbatasan laut. Tetapi tanpa disadari, oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebenarnya melakukan praktek illegal license yang menyebabkan Negara dirugikan triliunan rupiah.
Kalau saat ini hukum bisa dibeli oleh seorang Gayus Tambunan mengenai kasus pajak, maka dibidang perikanan diduga ada oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai Mafia Perikanan karena membekingi pelaku illegal license.
Selain itu adanya tindakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang sengaja menjual belikan perijinan impor kapal asing kepada perusahaan yang tidak berbasis industri serta Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), tanpa melalui prosedur yang sebenarnya, menyebabkan industri perikanan di Indonesia akan mati dengan sendirinya. Hal ini harus segera di berantas demi kesejahteraan rakyat kecil.
Bukan hanya itu, permasalahan yang ditemukan saat ini adalah ada indikasi pengusaha yang suka mencuri ikan di perairan Indonesia dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum, dan hal inilah yang menjadi salah satu kendala utama pemerintah memberantas illegal fishing dan illegal license.
Pemerintah, aparat penegak hukum (Kepolisian dan TNI AL) serta masyarakat seharusnya dapat bekerjasama memberantas praktek-praktek KKN yang dilakukan para pengusaha perikanan melalui praktek illegal license, guna meminimalisir kerugian Negara dan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari, praktek illegal fishing dan illegal license telah merusak sumber daya alam kita, karena selain kekayaan laut dikuras, juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan kelautan kita.
Kerugian yang harus ditanggung bangsa akibat aksi pencurian ikan oleh nelayan asing yang melakukan praktek illegal license bukan hanya menyangkut jutaan ton ikan yang habis dikuras setiap tahunnya, tapi juga berdampak pada kerusakan terumbu karang. Tak cukup sampai disitu, praktek-praktek illegal fishing dan illegal license yang dilakukan para nelayan asing telah merusak hutan bakau (mangrove). Seperti yang terjadi di pantai Selat Makasar yang dapat menimbulkan abrasi.
Mampukah Fadel Muhammad Berantas Illegal License?
Hasil kajian yang dilakukan oleh Forum Pers Pemerhati Pelanggaran Perikanan Nasional (FP4N) di beberapa wilayah menunjukkan bahwa praktik mafia perikanan sudah sangat memprihatinkan. Beberapa waktu yang lalu Indonesia Maritime Magazine berbincang dengan Ketua FP4N, Ivan Rishky Kaya di Jakarta, mengungkapkan begitu banyak fakta operasi mafia perikanan di Indonesia.
“Kajian yang kami (FP4N) lakukan dengan survey lapangan dengan mendatangi beberapa instansi pemerintah dan swasta serta mengamati langsung di lapangan” kata Ivan. Apa yang dipaparkan Ivan membuat bulu roma berdiri bak mendengar cerita horror. Lebih parahnya lagi, praktek mafia perikanan di periaran Indonesia terjadi ditengah kemiskinan nelayan dan gembar-gembor sang Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad untuk memberantas illegal fishing.
Namun apa boleh dikata, kongkalikong dan ijin operasi kapal ikan terus mengalir tanpa mengikuti prosedur yang tertuang dalam aturan main yang berlaku. Kementerian Kelautan dan Perikanan senantiasa mengumandangkan “perang” terhadap para pelaku illegal fishing, tapi dalam prakteknya justru memelihara para bandit pencuri ikan dengan modus illegal license dengan cara memani-pulasi penerbitan bahkan penyalahgunaan ijin kapal penangkap ikan.
Fakta dilapangan yang FP4N miliki menunjukkan banyak terjadi penyimpangan ter-hadap Permen No.5 Tahun 2008 junto No.12 Tahun 2001 tentang Usaha Perikanan Tangkap, pada saat proses penerbitan baru surat Izin Usaha Perikanan (SIUP-I), Surat Izin Usaha Perikanan Penanaman Modal (SIUP-PM), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Ijin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI). Dalam proses permohonan pengajuan alokasi hingga terbitnya SIUP-I, SIUP-PM, ada beberapa proses yang tidak sesuai realita, tetapi dengan sengaja oknum aparat di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP membiarkan hal itu terjadi.
Hasil analisis yang dilakukan oleh FP4N tentang kerugian Negara yang diakibatkan oleh praktek mafia perikanan sangat mengerikan. “Dengan asumsi ijin 5.000 kapal impor eks asing tidak berbasis industri, serta berdasarkan analisa diatas, maka FP4N menyatakan bahwa Kerugian Negara akibat pemberian ijin tidak berbasis Industri berdampak kepada terjadinya illegal fishing dan illegal license dengan mengacu pada harga ikan kualitas rendah di Thailand (US$ 2.000,-/ton) maka kerugian Negara adalah sebesar Rp 218.450.000.000.000,- pertahun” papar Ivan.
Menurut Ivan ada beberapa perusahaan yang terindikasi melakukan praktek mafia perikanan berdasakan kajian FP4N adalah PT. Pusaka Benjina Resources, PT. Dwi Karya Reksa Abadi, PT. Yongshun, PT. Maju Bersama Jaya, PT. Tanggul Mina Nusantara, PT. Samudera Pratama Jaya, PT. Hadidgo, PT. Jaring Mas, PT. Thalindo Arumina Jaya, PT. Kristalin Eka Lesari, PT. Sumber Laut Utama, PT. Nusantara Fishery, PT. Tofico, PT. Sinar Abadi Cemerlang, PT. S&T Mitra Mina Industri, PT. Bonecom dan PT. Vinisi Inti Line.
“Perusahan lokal yang diduga menjadi broker dan terindikasi melakukan praktek mafia perikanan adalah PT. Yongshun yang diduga dibekingi seorang politisi yang cukup terkenal” lanjut Ivan.
“Sebagai contoh, PT. Dwikarya Reksa Abadi berdasarkan kajian dan penelusuran FP4N memiliki asset yang sangat besar di Negara China, seperti membangun terowongan dan jalan tol dari hasil jarahan ikan di Indonesia” cetus Ivan seraya menunjukkan company profile perusahaan tersebut.
Melihat realitas yang terjadi, ini sungguh ironis, sebab sebuah negara kepulauan yang kaya dengan sumberdaya alam yang sangat melimpah, masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara segelintir orang dengan kekuasaan yang mereka miliki lantas melakukan perbuatan keji dengan berkolaborasi dengan para maling dan bandit dari Negara lain untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Bahkan akibat maraknya illegal license ini, industri perikanan yang besar dan nyata lambat laun bisa gulung tikar jika tidak ada upaya pemerintah untuk segera menghentikan praktek mafia illegal license ini.
“Sebaiknya oknum-oknum yang terlibat dalam memuluskan langkah para mafia ini dilaporkan kepada KPK atau pihak yang berwenang karena telah menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negara” lanjut Ivan
Masalah illegal fishing yang selama ini di gembar-gemborkan Kementerian Kelautan dan Perikanan ternyata memiliki dampak yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan praktek illegal license ini. Hal ini dikarenakan, illegal license bersifat lebih massif dan jumlah kapal yang beroperasi dengan menggunakan illegal license ini jauh lebih banyak. Malah terkadang, kapal-kapal ini lolos dari pengawasan patroli karena memiliki semua persyaratan (diperoleh secara illegal) untuk beroperasi (menangkap ikan).
“Illegal fishing itu ibarat penyakit kanker tapi belum sampai pada stadium I, sementara illegal license itu sudah masuk dalam kategori kanker stadium IV, karena sudah merusak tatanan baik birokrasi maupun politik di republik ini” tutur Ivan dalam nada geram.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP adalah institusi yang paling bertanggung jawab dengan maraknya praktek mafia perikanan tangkap di Indonesia. Dalam hal ini, memberikan keleluasaan kepada para mafia perikanan untuk menguras sumberdaya alam Indonesia dengan cara-cara yang keji.
“Namun pertanyaan kita (FP4N), mampukah seorang Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan membereskan anak buahnya yang telah berbuat keji tersebut” pungkas Ivan seraya menunjukkan hasil kajiannya.
Berdasarkan kajian yang ada, tentunya sudah saatnya rakyat Indonesia segera mengentikan praktek mafia perikanan yang memiskinkan nelayan dan merugikan negara triyunan rupiah. Mari kita bersatu padu untuk segera mengungkap dan membongkar praktek mafia perikanan di Indonesia.
Saat ini, kasus illegal fishing sudah hampir tidak terdengar lagi bukan karena angka pelanggarannya berkurang dan ketatnya pengawasan dari aparat penegak hukum yakni Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) untuk menjaga laut di Indonesia, namun jika masih ada kasus illegal fishing yang berhasil ditangkap kapal patroli, kebanyakan adalah kapal berukuran kecil milik nelayan asing yang biasanya terjadi di wilayah perbatasan laut.
Sedangkan Kapal-kapal diatas 100 Gross Tonage (GT), bukan hanya melakukan praktek illegal fishing tetapi saat ini juga banyak melakukan praktek illegal license (penyalahgunaan ijin).
Yang dimaksud dengan illegal license adalah manipulasi ijin atau penyalahgunaan ijin. Kapal tangkap milik perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia, sebagian besar hanya mengantongi ijin formal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang didapat dengan cara mudah, namun setelah melakukan impor kapal asing, mereka (perusahaan perikanan yang beroperasi di Indonesia) tidak membangun atau mengembangkan industrinya yang mengakibatkan daerah-daerah sentra tangkapan (Laut Arafura, Laut Natuna, Laut Banda, Laut Maluku dan Laut Papua) tetap menjadi daerah miskin. Jika ada, ijin tersebut didapati dengan cara-cara yang tidak sesuai mekanisme atau tidak sesuai aturan yang berlaku.
Praktek illegal license tersebut dilakukan ribuan kapal yang melakukan aktivitas di laut Indonesia, seperti Laut Arafura, Laut Aru, Laut Banda dan lain-lain. Bahkan kapal-kapal tersebut berhasil mengelabui aparat.
Praktek illegal license saat ini marak terjadi dan hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi merugikan sebagian besar rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan adanya penyalahgunaan pemberian ijin dan proses untuk mendapatkannya.
Pemerintah seringkali membesar-besarkan jika ada penangkapan pelaku illegal fishing yang pada kenyataannya merupakan kapal-kapal milik nelayan asing yang melakukan pelanggaran di perbatasan laut. Tetapi tanpa disadari, oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebenarnya melakukan praktek illegal license yang menyebabkan Negara dirugikan triliunan rupiah.
Kalau saat ini hukum bisa dibeli oleh seorang Gayus Tambunan mengenai kasus pajak, maka dibidang perikanan diduga ada oknum-oknum tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai Mafia Perikanan karena membekingi pelaku illegal license.
Selain itu adanya tindakan oknum-oknum di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang sengaja menjual belikan perijinan impor kapal asing kepada perusahaan yang tidak berbasis industri serta Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), tanpa melalui prosedur yang sebenarnya, menyebabkan industri perikanan di Indonesia akan mati dengan sendirinya. Hal ini harus segera di berantas demi kesejahteraan rakyat kecil.
Bukan hanya itu, permasalahan yang ditemukan saat ini adalah ada indikasi pengusaha yang suka mencuri ikan di perairan Indonesia dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum, dan hal inilah yang menjadi salah satu kendala utama pemerintah memberantas illegal fishing dan illegal license.
Pemerintah, aparat penegak hukum (Kepolisian dan TNI AL) serta masyarakat seharusnya dapat bekerjasama memberantas praktek-praktek KKN yang dilakukan para pengusaha perikanan melalui praktek illegal license, guna meminimalisir kerugian Negara dan terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tanpa disadari, praktek illegal fishing dan illegal license telah merusak sumber daya alam kita, karena selain kekayaan laut dikuras, juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan kelautan kita.
Kerugian yang harus ditanggung bangsa akibat aksi pencurian ikan oleh nelayan asing yang melakukan praktek illegal license bukan hanya menyangkut jutaan ton ikan yang habis dikuras setiap tahunnya, tapi juga berdampak pada kerusakan terumbu karang. Tak cukup sampai disitu, praktek-praktek illegal fishing dan illegal license yang dilakukan para nelayan asing telah merusak hutan bakau (mangrove). Seperti yang terjadi di pantai Selat Makasar yang dapat menimbulkan abrasi.
Mampukah Fadel Muhammad Berantas Illegal License?
Hasil kajian yang dilakukan oleh Forum Pers Pemerhati Pelanggaran Perikanan Nasional (FP4N) di beberapa wilayah menunjukkan bahwa praktik mafia perikanan sudah sangat memprihatinkan. Beberapa waktu yang lalu Indonesia Maritime Magazine berbincang dengan Ketua FP4N, Ivan Rishky Kaya di Jakarta, mengungkapkan begitu banyak fakta operasi mafia perikanan di Indonesia.
“Kajian yang kami (FP4N) lakukan dengan survey lapangan dengan mendatangi beberapa instansi pemerintah dan swasta serta mengamati langsung di lapangan” kata Ivan. Apa yang dipaparkan Ivan membuat bulu roma berdiri bak mendengar cerita horror. Lebih parahnya lagi, praktek mafia perikanan di periaran Indonesia terjadi ditengah kemiskinan nelayan dan gembar-gembor sang Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad untuk memberantas illegal fishing.
Namun apa boleh dikata, kongkalikong dan ijin operasi kapal ikan terus mengalir tanpa mengikuti prosedur yang tertuang dalam aturan main yang berlaku. Kementerian Kelautan dan Perikanan senantiasa mengumandangkan “perang” terhadap para pelaku illegal fishing, tapi dalam prakteknya justru memelihara para bandit pencuri ikan dengan modus illegal license dengan cara memani-pulasi penerbitan bahkan penyalahgunaan ijin kapal penangkap ikan.
Fakta dilapangan yang FP4N miliki menunjukkan banyak terjadi penyimpangan ter-hadap Permen No.5 Tahun 2008 junto No.12 Tahun 2001 tentang Usaha Perikanan Tangkap, pada saat proses penerbitan baru surat Izin Usaha Perikanan (SIUP-I), Surat Izin Usaha Perikanan Penanaman Modal (SIUP-PM), Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Ijin Kapal Penangkap Ikan (SIKPI). Dalam proses permohonan pengajuan alokasi hingga terbitnya SIUP-I, SIUP-PM, ada beberapa proses yang tidak sesuai realita, tetapi dengan sengaja oknum aparat di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP membiarkan hal itu terjadi.
Hasil analisis yang dilakukan oleh FP4N tentang kerugian Negara yang diakibatkan oleh praktek mafia perikanan sangat mengerikan. “Dengan asumsi ijin 5.000 kapal impor eks asing tidak berbasis industri, serta berdasarkan analisa diatas, maka FP4N menyatakan bahwa Kerugian Negara akibat pemberian ijin tidak berbasis Industri berdampak kepada terjadinya illegal fishing dan illegal license dengan mengacu pada harga ikan kualitas rendah di Thailand (US$ 2.000,-/ton) maka kerugian Negara adalah sebesar Rp 218.450.000.000.000,- pertahun” papar Ivan.
Menurut Ivan ada beberapa perusahaan yang terindikasi melakukan praktek mafia perikanan berdasakan kajian FP4N adalah PT. Pusaka Benjina Resources, PT. Dwi Karya Reksa Abadi, PT. Yongshun, PT. Maju Bersama Jaya, PT. Tanggul Mina Nusantara, PT. Samudera Pratama Jaya, PT. Hadidgo, PT. Jaring Mas, PT. Thalindo Arumina Jaya, PT. Kristalin Eka Lesari, PT. Sumber Laut Utama, PT. Nusantara Fishery, PT. Tofico, PT. Sinar Abadi Cemerlang, PT. S&T Mitra Mina Industri, PT. Bonecom dan PT. Vinisi Inti Line.
“Perusahan lokal yang diduga menjadi broker dan terindikasi melakukan praktek mafia perikanan adalah PT. Yongshun yang diduga dibekingi seorang politisi yang cukup terkenal” lanjut Ivan.
“Sebagai contoh, PT. Dwikarya Reksa Abadi berdasarkan kajian dan penelusuran FP4N memiliki asset yang sangat besar di Negara China, seperti membangun terowongan dan jalan tol dari hasil jarahan ikan di Indonesia” cetus Ivan seraya menunjukkan company profile perusahaan tersebut.
Melihat realitas yang terjadi, ini sungguh ironis, sebab sebuah negara kepulauan yang kaya dengan sumberdaya alam yang sangat melimpah, masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara segelintir orang dengan kekuasaan yang mereka miliki lantas melakukan perbuatan keji dengan berkolaborasi dengan para maling dan bandit dari Negara lain untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Bahkan akibat maraknya illegal license ini, industri perikanan yang besar dan nyata lambat laun bisa gulung tikar jika tidak ada upaya pemerintah untuk segera menghentikan praktek mafia illegal license ini.
“Sebaiknya oknum-oknum yang terlibat dalam memuluskan langkah para mafia ini dilaporkan kepada KPK atau pihak yang berwenang karena telah menyalahgunakan wewenang sebagai pejabat negara” lanjut Ivan
Masalah illegal fishing yang selama ini di gembar-gemborkan Kementerian Kelautan dan Perikanan ternyata memiliki dampak yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan praktek illegal license ini. Hal ini dikarenakan, illegal license bersifat lebih massif dan jumlah kapal yang beroperasi dengan menggunakan illegal license ini jauh lebih banyak. Malah terkadang, kapal-kapal ini lolos dari pengawasan patroli karena memiliki semua persyaratan (diperoleh secara illegal) untuk beroperasi (menangkap ikan).
“Illegal fishing itu ibarat penyakit kanker tapi belum sampai pada stadium I, sementara illegal license itu sudah masuk dalam kategori kanker stadium IV, karena sudah merusak tatanan baik birokrasi maupun politik di republik ini” tutur Ivan dalam nada geram.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP adalah institusi yang paling bertanggung jawab dengan maraknya praktek mafia perikanan tangkap di Indonesia. Dalam hal ini, memberikan keleluasaan kepada para mafia perikanan untuk menguras sumberdaya alam Indonesia dengan cara-cara yang keji.
“Namun pertanyaan kita (FP4N), mampukah seorang Fadel Muhammad sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan membereskan anak buahnya yang telah berbuat keji tersebut” pungkas Ivan seraya menunjukkan hasil kajiannya.
Berdasarkan kajian yang ada, tentunya sudah saatnya rakyat Indonesia segera mengentikan praktek mafia perikanan yang memiskinkan nelayan dan merugikan negara triyunan rupiah. Mari kita bersatu padu untuk segera mengungkap dan membongkar praktek mafia perikanan di Indonesia.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut