31/01/12

Upaya Diplomasi Menyelesaikan Sengketa Perbatasan

Upaya diplomasi Indonesia dalam mempertahankan dan menjaga keutuhan wilayah NKRI adalah sesuatu yang tidak dapat dikompromikan. Perundingan mengenai masalah perbatasan merupakan suatu keharusan yang diamanatkan oleh hukum nasional maupun hukum internasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan percepatan perundingan untuk penyelesaian delimitasi dan pengelolaan perbatasan dengan negar-negara tetangga yang memiliki perbatasan dengan Indonesia.

Terkait insiden penangkapan petugas KKP, hal ini terjadi karena masih adanya overlapping claim di perairan sekitar pulau Bintan. Klaim indonesia terhadap garis batas diwilayah perairan tersebut sudah jelas. Namun, perundingan untuk menyelesaikan overlapping claim tersebut masih terkendala oleh belum tuntasnya status kepemilikan gugus karang South Ledge antara pihak Singapura dan Malaysia.

Kedua negara tersebut masih harus menindaklanjuti salah satu hasil keputusan dan rekomendasi International Courth of Justice (ICJ) pada pada tanggal 23 mei 2008 mengenai sengketa kepemilikan dan kedaualatan atas gugus karang yang dikenal sebagai Pedra Branch/Batu Puteh, Middle Rock dan South Ledge. Mahkamah internasional telah memutuskan bahwa kepemilikan Pedra Branca jatuh kepada Singapura, Kepemilikan Middle Rocks jatuh pada Malaysia sedangkan South Ledge, akan dimiliki oleh negara yang laut teritorialnya mencakup daerah bantuan South Ledge. Berdasarkan keputusan Mahkamah internasional tersebut, maka Malaysaia dan Singapura harus merundingkan masalah kepemilikan South Ledge.

Penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan utara perairan pulau Bintan sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge (yang berhadapan dengan Indonesia) yang saat ini masih dalam proses perundingan antara Malaysia dan Singapura. Secara keseluruhan upaya penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia dilakukan 4 segmen yaitu ; Segmen Selat Malaka, Segmen Selat Malaka Selatan (merupakan Segmen dimana terjadi insiden), Segmen laut China Selatan dan Segmen Laut Sulawesi.

Segmen Selat Malaka
Pada Segmen Selat Malaka, perundingan yang telah dituntaskan adalah ; persetujuan garis batas landas kontinen tahun 1969 yang ditandantangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 89/1969.
Perjanjian garis batas laut wilayah tahun 1970 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan UU No. 2/1971.
Persetujuan batas kontinen (trilateral dengan Malaysia dan Thailand) yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 2/1972.
Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia – Malaysia. Permasalahannya adalah dengan disepakatinya garis batas landas kontinen tahun 1969 (butir 7.a ditas), pihak Malaysia berpandangan bahwa landas kontinen sama dengan batas ZEE. Indoensia berpandangan bahwa landas kontinen dan ZEE merupakan dua rezim hukum yang berbeda dan oleh karena itu masih perlu dilakukan perundingan untuk menetapkan ZEE. Dalam kaitan, ini dalam berbagai kesempatan Indonesia mendesak untuk dilakukannya perundingan.

Segmen Selat Malaka Selatan
Pada segmen Selat Malaka Selatan perundingan masih berlangsung untuk menyeleseaikan garis batas laut wilayah ke dua negara di kawasan utara perairan Pulau Bintan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan tersebut sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge.

Segmen Laut China Selatan
Pada segmen Laut China Selatan perundingan yang telah dituntaskan adalah Persetujuan garis batas Landas Kontinen tahun 1969 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres No.89/1969.
Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia-Malaysia. Pihak Malaysia sampai saat ini belum siap untuk membahasnya karena berkeinginan untuk dapat fokus pada segmen lainnya. Dalam kaitan ini, dalam berbagai kesempatan Indonesia terus mendesak untuk dilakukannya perundingan, tanpa harus menunggu selesainya perundingan pada segmen lain.

Segmen Laut Sulawesi
Pada segmen Laut Sulawesi perundingan masih berlangsung untuk menyelesaikan garis batas laut wilayah, landas kontinen dan ZEE kedua negara di Laut Sulawesi. Perundingan berjalan lambat karena perbedaan posisi mendasar terhadap status keberadaan konsesi minyak yang telah beroperasi di Laut Sulawesi.
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia dilakukan sejak 2005 dimana rangkaian pertemuan tersebut merupakan implementasi dari kesepakatan antara dua Kepala Pemerintahan. Sampai dengan 2010 telah dilaksanakan sebanyak 15 (lima belas) kali perundingan pada tingkat teknis.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Menlu RI dengan Menlu Malaysia bulan Juni 2010 yang lalu, pertemuan bilateral Joint Ministerial Commision akan diselenggarakan pada bulan September 2010. Forum ini selain membahas hubungan bilateral secara komprehensif akan juga mengevaluasi kemajuan perundingan bilateral atas isu-isu perbatasan.

Insiden yang terjadi juga menggarisbawahi perlu ditetapkannya Standard Operating Procedure (SOP) dengan pihak Malaysia, khususnya bagi petugas di lapangan guna menghindari terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, secara internal, Pemri kiranya perlu mengkaji modalitas yang paling efektif dalam menjaga dan mengamankan kekayaan alam laut Indonesia dari pencurian ikan.

Sesuai dengan mandat UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Kementerian Luar negeri secara berkesinambungan dan asertif telah mengimplementasikan border diplomacy-nya dan melanjutkan rangkaian-rangkaian perundingan penetapan batas maritim dengan negara-negara tetangga. Insiden yang terjadi diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut penyelesaian penetapan batas maritim yang saat ini masih dirundingkan sehingga akan terjaminnya kepastian hukum wilayah Indonesia.

Sumber : Dirjen HPI